Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Setiap orang orang hidup pasti selalu ada masalah, kadangkala masalah itu datang ketika kita bilang tidak sedang tidak siap untuk menghadapinya, ketika terjadi seperti itu putus asa, prustasi dan stress yang akan kita itu kita harus bisa mengontrol diri dan emosi kita supaya kita tetap tenang dalam menghadapi setiap masalah yang datang menghampiri kita setiap masalah datang, usahakan kita tetap tenang dan percaya diri kalau kita mampu melewati setiap malasah yang datang, yakin akan ada jalan keluar dari masalah tersebut. Rintangan atau masalah itu kita bisa ceritakan kepada orang lain, supaya kita tidak merasa sendirian atau takut dalam menghadapi masalah tersebut, karena dengan kita bercerita kepada orang lain kita akan merasa lebih lega, sekalipun orang yang kita ajak bicara tidak dapat membantu menyelesaikan, setidaknya pasti dia bisa membantu memberikan solusi, Percaya. Ini adalah bukti nyata dari masalah yang aku hadapi, ketika kita benar - benar mempunyai niat yang baik, sekalipun masalah itu berat akan ada jalan keluarnya, akan begitu mudah Tuhan memberikan jalan keluarnya melalui perantara siapapun dan dengan cara adalah pahlawanku hari ini, terima kasih karena kau yang membantu aku menyelesaikan masalahku hari ini, berkatmu aku bisa melanjutkan kuliahku lagi, semoga Tuhan selalu melimpahkan segala kebaikan dan kebahagian, selalu memberkahi dalam setiap langkahmu, I LOVE YOU SO MUCH. Lihat Catatan Selengkapnyakisahinspiratif islamikisah inspiratif anak yang berbakti kepada orang tuakisah inspiratif singkatkisah inspiratif sahabat nabikisah inspiratif tentang ayah NIAT UNTUK BERBUAT BAIK MENDAPAT PAHALAOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَـا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، قَالَ إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللّـهُ عَزَّوَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ؛ كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا ، كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً ». رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ فِـيْ صَحِيْحَيْهِمَـا بِهَذِهِ الْـحُرُوْفِ Dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak jadi melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” [HR. al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahiih mereka]TAKHRIJ HADITS Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri no. 6491, Muslim no. 131 [207] dan Ahmad I/310, 361.Dalam riwayat Muslim no. 131 [208], dibagian akhir hadits ini ada tambahan وَ مَحَاهَا اللهُ ، وَلَا يَـهْلِكُ عَلَـى الله إِلَّا هَالِكٌDan Allâh Azza wa Jalla menghapusnya dan tidak ada yang binasa kecuali orang yang yang semakna dengan hadits di atas banyak sekali. Di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Allâh Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat إِذَا أَرَادَ عَبْدِيْ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً ؛ فَلَا تَكْتُبُوْهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَـا ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا بِمِثْلِهَا ، وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِـيْ فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ، وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ؛ فَإِذَا عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَى سَبْعِمِائَةٍJika hamba-Ku berniat melakukan kesalahan, maka janganlah kalian menulis kesalahan itu sampai ia benar-benar mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, maka tulislah sesuai dengan perbuatannya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut karena Aku, maka tulislah untuknya satu kebaikan. Jika ia ingin mengerjakan kebaikan namun tidak mengerjakannya, tulislah sebagai kebaikan untuknya. Jika ia mengerjakan kebaikan tersebut, tulislah baginya sepuluh kali kebaikannya itu hingga tujuh ratus kebaikan.’”[1]Dalam riwayat Muslim, disebutkanقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا تَـحَدَّثَ عَبْدِيْ بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً ؛ فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَـمْ يَعْمَلْ ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا ، وَإِذَا تَـحَدَّثَ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّـئَةً ، فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ مَا لَـمْ يَعْمَلْهَا ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتِ الْـمَلَائِكَةُ رَبِّ ، ذَاكَ عَبْدُكَ يُرِيْدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ فقَالَ اُرْقُبُوْهُ ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِمِثْلِهَا ، وَإِنْ تَرَكَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ، إِنَّمَـا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّايَ. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ إِسْلَامَهُ فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَـى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ ، وَكُلُّ سَيِّـئَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِمِثْلِهَا حَتَّى يَلْقَى Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ’Jika hamba-Ku berniat mengerjakan kebaikan, maka Aku menuliskan baginya satu kebaikan selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, Aku menuliskan baginya sepuluh kali kebaikannya itu. Jika ia berniat mengerjakan kesalahan, maka Aku mengampuninya selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakan kesalahan tersebut, maka Aku menulisnya sebagai satu kesalahan yang sama.” Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Para malaikat berkata, ’Wahai Rabb-ku, itu hamba-Mu ingin mengerjakan kesalahan –Dia lebih tahu tentang hamba-Nya-.’ Allâh berfirman, ’Pantaulah dia. Jika ia mengerjakan kesalahan tersebut, tulislah sebagai satu kesalahan yang sama untuknya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut, tulislah sebagai kebaikan untuknya, karena ia meninggalkan kesalahan tersebut karena takut kepada-Ku.’” Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Jika salah seorang dari kalian memperbaiki keislamannya, maka setiap kebaikan yang dikerjakannya ditulis dengan sepuluh kebaikan yang sama hingga tujuh ratus kali lipat dan setiap kesalahan yang dikerjakannya ditulis dengan satu kesalahan yang sama hingga ia bertemu Allâh.”[2]Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ اَلْـحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِـهَا إِلَـى سَبْعِ مِئَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ ، فَإِنَّهُ لِـيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِـيْ…Setiap perbuatan anak Adam dilipatgandakan; satu kebaikan dengan sepuluh kebaikan yang sama hingga tujuh ratus kali lipat. Allâh Azza wa Jalla berfirman, ’Kecuali puasa, karena ia milik-Ku dan Aku yang membalasnya. Ia orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku …’”[3]Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda يَقُوْلُ اللهُ مَنْ جَاءَ بِالْـحَسَنَةِ ، فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِـهَا وَ أَزِيْدُ ، وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ ، فَجَزَاؤُهُ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ، أَوْ berfirman, Barangsiapa mengerjakan kebaikan, ia berhak atas sepuluh kebaikan yang sama dan Aku tambahkan kebaikan kepadanya. Dan barangsiapa mengerjakan kesalahan, balasannya ialah kesalahan yang sama atau Aku mengampuninya.’”[4]Dan dari Anas Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , beliau bersabda مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً ، فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، لَـمْ تُكْتَبْ شَيْئًا فَإِنْ عَمِلَهَا ، كُتِبَتْ سَيِّـئَةً menginginkan kebaikan kemudian tidak mengerjakannya, maka satu kebaikan ditulis untuknya. Jika ia mengerjakan kebaikan tersebut, maka sepuluh kebaikan ditulis baginya. Dan barangsiapa menginginkan kesalahan kemudian tidak mengerjakannya, maka tidak ditulis apa-apa baginya. Jika ia mengerjakan kesalahan tersebut, maka ditulis satu kesalahan baginya.[5]SYARAH HADITS Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Wahai saudaraku –semoga Allâh memberikan petunjuk kepada kita semua-, lihatlah betapa sempurna kelemahlembutan Allâh Azza wa Jalla ! Renungilah untaian kalimat-kalimat ini. Sabda beliau عِنْدَهُ di sisi-Nya mengisyaratkan perhatian Allâh terhadap amalan hamba. Kata كَامِلَةً sempurna berfungsi sebagai penegas dan menunjukkan perhatian Allâh yang besar beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda tentang keburukan yang diniatkan oleh seorang hamba namun ditinggalkannya كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً Maka Allâh Azza wa Jalla mencatatnya sebagai satu kebaikan sempurna. Beliau menguatnya dengan kata “Kamilah” sempurna. Sedangkan jika ia tetap melakukan keburukan itu, maka Allâh mencatatnya sebagai satu keburukan. Di sini, kecilnya balasan dikuatkan dengan kata “wahidah” satu bukan dengan kata “kaamilah”..”[6]Hadits-hadits di atas menjelaskan tentang penulisan kebaikan dan kesalahan, serta penulisan terhadap keinginan mengerjakan kebaikan dan kesalahan. Jadi, di sini ada empat point Pertama Mengerjakan kebaikan Balasan kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali hingga tujuh ratus kali kebaikan bahkan sampai tak terhingga. Pelipatgandaan satu kebaikan menjadi sepuluh, berlaku bagi seluruh kebaikan. Ini ditunjukkan oleh firman Allâh Azza wa Jalla , yang artinya, “Barangsiapa berbuat kebaikan, maka dia mendapatkan balasan sepuluh kali lipat amalnya.” [al-An’âm/6160]Adapun balasan yang lebih dari sepuluh kali lipat diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman, “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allâh seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai ada seratus biji. Allâh melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allâh Maha luas, Maha Mengetahui.” [al-Baqarah/2261]Ayat ini menunjukkan bahwa infak di jalan Allâh dilipatgandakan hingga tujuh ratus kali dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu , ia mengatakan, “Ada seseorang datang dengan membawa untanya yang sudah diberi tali kendali, kemudian orang itu mengatakan, Wahai Rasulullah! Unta ini untuk berjuang di jalan Allâh.’ Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Pada hari Kiamat, engkau berhak mendapat unta sebanyak tujuh ratus ekor. Semuanya sudah diberi tali kendali memiliki cap tanda.’”[7]Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu tentang firman Allâh dalam hadits Qudsi, “Kecuali puasa, karena ia milik-Ku dan Aku yang membalasnya,” menunjukkan bahwa pelipatgandaan pahala puasa tidak diketahui kecuali oleh Allâh Azza wa Jalla , karena puasa adalah sabar yang paling baik. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “…Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” [az-Zumar/3910]Pelipatgandaan balasan kebaikan menjadi lebih dari sepuluh itu sesuai dengan kwalitas keislaman seseorang. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dan lain-lain. Balasan itu juga sesuai dengan keikhlasan, keunggulan suatu amalan dan kebutuhan. Kedua Mengerjakan kejahatan atau keburukan Satu keburukan ditulis satu keburukan tanpa dilipatgandakan, seperti firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala , yang artinya, “…Dan barangsiapa berbuat kejahatan, maka dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan dizhalimi.” [al-An’âm/6160]Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , yang artinya, ”Maka ditulis untuknya satu kesalahan,” menunjukkan bahwa kesalahan tidak dilipatgandakan. Namun terkadang sebuah kesalahan bisa menjadi besar disebabkan kehormatan waktu dan tempat perbuatan buruk itu dilakukan, seperti difirmankan Allâh Subhanahu wa Ta’ala , yang artinya, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allâh ialah dua belas bulan, sebagaimana dalam ketetapan Allâh pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan yang empat itu…” [at-Taubah/936]Tentang ayat di atas, Qatâdah t menjelaskan, ”Ketahuilah ! Kezhaliman di bulan-bulan haram itu lebih besar dosanya daripada di bulan-bulan lainnya, kendati kezhaliman di setiap kondisi itu tetap besar, namun Allâh Subhanahu wa Ta’ala menganggap besar apa yang dikehendaki-Nya.”[8]Allâh Azza wa Jalla berfirman الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّMusim haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan ibadah haji dalam bulan-bulan itu, maka janganlah ia berkata jorok rafats, berbuat maksiat fusuq dan bertengkar dalam melakukan ibadah haji…” [al-Baqarah/2197]Ibnu ’Umar Radhiyallahu anhuma berkata, ”Fusuq pada ayat di atas maksudnya melakukan perbuatan maksiat; baik dengan berburu atau lainnya di tanah haram-red.”[9] Dalam kesempatan lain, Ibnu ’Umar c juga menjelaskan, ”Fusuq maksudnya melakukan perbuatan maksiat di tanah haram Makkah.”[10]Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “…Dan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zhalim di dalamnya masjidil Haram-red, niscaya akan Kami rasakan kepadanya siksa yang pedih.” [al-Hajj/2225]Banyak shahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang berusaha tidak tinggal di tanah haram Makkah karena khawatir berbuat dosa di sana, misalnya, Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu dan Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu. Hal yang sama dilakukan Umar bin Abdul Aziz Radhiyallahu kesalahan terkadang dilipatgandakan balasannya disebabkan pelakunya orang terpandang, banyak tahu tentang Allâh dan dekat kepada-Nya. Oleh karena itu, Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengancam akan melipatgandakan balasan kemaksiatan jika dilakukan oleh para hamba pilihan-Nya, padahal Allâh Azza wa Jalla telah menjaga mereka dari kemaksiatan tersebut. Pemberian ancaman ini bertujuan untuk menampakkan betapa agung nikmat Allah Azza wa Jalla kepada mereka yang telah menjaga mereka dari berbagai berbuatan maksiat. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Dan sekiranya Kami tidak memperteguh hatimu, niscya engkau hampir saja condong kepada mereka, jika demikian, tentu akan Kami rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia ini dan berlipat ganda setelah mati, dan engkau Muhammad tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap Kami.” [al-Isrâ’/1774-75]Dan Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Wahai istri-istri Nabi! Barangsiapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan-perbuatan keji yang nyata, niscaya adzabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu mudah bagi Allâh. Dan barangsiapa di antara kamu istri-istri Nabi tetap taat kepada Allâh dan Rasul-Nya dan mengerjakan kebaikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya. Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk melemahlembutkan suara dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” [al-Ahzâb/3330-32]Ali bin al-Husain rahimahullah menafsirkan bahwa keluarga Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari Bani Hâsyîm juga seperti istri-istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam karena kedekatan mereka dengan beliau Shallallahu alaihi wa sallam [11]Ketiga Berniat mengamalkan kebaikan Niat ini ditulis sebagai satu kebaikan sempurna, walaupun pelakunya tidak mengerjakannya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma dan lain-lain. Dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , riwayatkan Muslim disebutkan إِذَا تَـحَدَّثَ عَبْدِيْ بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً ؛ فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَـمْ يَعْمَلْJika hamba-Ku berniat ingin mengerjakan kebaikan, maka Aku menulis satu kebaikan hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tahadduts yaitu haditsunnafsi niat kuat yang disertai ambisi untuk beramal. Jadi, tidak hanya sekedar bisikan hati yang kemudian hilang tanpa semangat dan tekad untuk beramal.[12]Jika niat sudah disertai perkataan dan usaha, maka balasan sudah pasti diraih dan orang itu sama seperti orang yang melakukan, seperti diriwayatkan dari Abu Kabsyah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , beliau bersabda إِنَّمَـا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَعِلْمًـا فَهُوَ يَـتَّـقِيْ فِيْهِ رَبَّـهُ وَيَصِلُ فِيْهِ رَحِـمَهُ وَيَعْلَمُ لِلهِ فِيْـهِ حَقًّا ، فَهَذَا بِأَفْضَلِ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًـا وَلَـمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِـّـيَّـةِ يَقُوْلُ لَوْ أَنَّ لِـيْ مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ ، فَهُوَ بِنِـيَّـتِـهِ فَأَجْرُهُـمَـا سَوَاءٌ , وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَلَـمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًـا فَهُوَ يَـخْبِطُ فِـي مَالِـهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيْهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِـيْـهِ رَحِـمَهُ وَلَا يَعْلَمُ للهِ فِـيْـهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْـمَنَازِلِ , وَعَبْدٍ لَـمْ يَرْزُقْـهُ اللهُ مَالًا وَلَا عِلْمًـا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِـيْ مَالًا لَعَمِلْتُ فِيْـهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُـمَـا سَوَاءٌ Sesungguhnya dunia hanyalah diberikan untuk empat orang pertama hamba yang Allâh berikan ilmu dan harta, kemudian dia bertakwa kepada Allâh dalam hartanya, dengannya ia menyambung silaturahmi, dan ia menyadari bahwa dalam harta itu ada hak Allâh. Inilah kedudukan paling baik di sisi Allâh. kedua hamba yang Allâh berikan ilmu namun tidak diberikan harta, dengan niatnya yang jujur ia berkata, Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan.’ Maka dengan niatnya itu, pahala keduanya sama. ketiga hamba yang Allâh berikan harta namun tidak diberikan ilmu, lalu ia menggunakan hartanya sewenang-wenang tanpa ilmu, tidak bertakwa kepada Allâh dalam hartanya, tidak menyambung silaturahmi dan tidak mengetahui bahwa dalam harta itu ada hak Allâh. Ini adalah kedudukan paling jelek di sisi Allâh. Dan keempat hamba yang tidak Allâh berikan harta tidak juga ilmu, ia berkata, Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan.’ Maka dengan niatnya itu, keduanya mendapatkan dosa yang sama.”[13]Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , ”Maka pahala keduanya sama,” maksudnya sama dalam hal ganjaran pokok balasan niat-red dan tidak sama dalam pelipatgandaan ganjaran. Karena pelipatgandaan balasan kebaikan hanya khusus diberikan bagi orang yang sudah mengerjakannya, bukan yang sekedar meniatkannya. Jika keduanya disamakan dalam segala hal, maka ini tidak sesuai dengan hadits-hadits yang ada. Ini juga ditunjukkan dalam firman Allâh Azza wa Jalla , yang artinya, “Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk yang tidak ikut berperang tanpa mempunyai udzur halangan dengan orang yang berjihad di jalan Allâh dengan harta dan jiwanya. Allâh melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk tidak ikut berperang tanpa halangan. Kepada masing-masing, Allâh menjanjikan pahala yang baik surga dan Allâh melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, yaitu beberapa derajat daripadanya, serta ampunan dan rahmat. Allâh Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [an-Nisâ’/495-96]Ibnu ’Abbas Radhiyallahu anuma dan lain-lain mengatakan, ”Orang-orang yang duduk tidak ikut perang yang berbeda satu derajat dengan mujahidin ialah orang-orang yang tidak ikut perang karena mempunyai udzur, sedang orang-orang yang tidak ikut perang tanpa memiliki udzur berbeda banyak derajat dengan para mujahidin.”[14]Keempat Berniat melakukan keburukan, tetapi tidak dierjakan Dalam hadits Ibnu ’Abbas Radhiyallahu anhuma disebutkan bahwa orang yang berniat melakukan keburukan namun tidak dikerjakannya, maka itu ditulis sebagai satu kebaikan yang sempurna. Hal yang sama disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Anas bin Malik, dan lain-lain. Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan, ”Dia meninggalkan kesalahan tersebut karena takut kepada-Ku.”[15] Ini menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dalam hadits itu ialah orang yang mampu mengerjakan kemaksiatan yang ia inginkan namun kemudian ia tinggalkan karena Allâh Azza wa Jalla . Untuk orang seperti ini, pasti dituliskan baginya sebagai kebaikan. Sebab, meninggalkan maksiat karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala merupakan amal orang yang berniat mengerjakan maksiat kemudian meninggalkannya karena takut kepada manusia atau karena riya’, maka ada yang berpandangan ia tetap disiksa. Karena mendahulukan takut kepada manusia daripada takut kepada Allâh itu hukumnya haram. Begitu juga bermaksud riya’. Jadi, jika seseorang meninggalkan maksiat karena riya’, ia tetap orang yang berusaha mengerjakan kemaksiatan dengan segenap tenaganya kemudian dihalang-halangi takdir, maka sejumlah ulama menyebutkan bahwa ia disiksa karenanya, sebab Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ اللهَ تَـجَاوَزَ لِأُمَّتِـيْ مَـا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَـمْ يَتَكَلَّمُوْا أَوْ يَعْمَلُوْا بِهِSesungguhnya Allâh memaafkan umatku dari keburukan yang mereka bisikkan ke jiwa mereka selagi mereka tidak mengucapkannya atau mengerjakannya.[16]Barangsiapa berniat dan mengerahkan kemampuannya untuk mengerjakan kemaksiatan kemudian tidak mampu mengerjakannya, maka ia termasuk orang yang telah mengerjakannya. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِذَا الْتَقَى الْـمُسْلِمَـانِ بِسَيْفَيْهِمَـا ، فَالْقَاتِلُ وَالْـمَقْتُوْلُ فِـي النَّارِ. فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ ! هَذَا الْقَاتِلُ ، فَمَـا بَالُ الْـمَقْتُوْلُ ؟ قَالَ إِنَّهُ كَانَ حَرِيْصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِJika dua orang muslim bertemu dengan pedang masing-masing, maka pembunuh dan yang terbunuh tempatnya di neraka.” Aku Abu Bakrah berkata, “Wahai Rasulullah ! Ini berlaku bagi pembunuh, bagaimana dengan orang yang dibunuh ?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya ia ingin sekali membunuh sahabatnya tersebut.”[17]Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , yang artinya, “Selagi mereka tidak mengatakannya atau mengerjakannya,” menunjukkan bahwa orang yang berniat melakukan maksiat, jika ia sudah mengutarakan keinginnnya itu dengan lisan, berarti ia berdosa karena ia telah berlaku maksiat dengan salah satu organ tubuhnya, yaitu lidahnya. Ini juga diperkuat dengan hadits yang menjelaskan tentang orang yang berkata, “Seandainya aku mempunyai harta, aku pasti mengerjakan apa yang dikerjakan si fulan yang bermaksiat kepada Allâh dengan hartanya,” kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kedua-duanya sama dalam dosa”Ada sebagian orang berpendapat bahwa dia tidak berdosa dengan sebab mengutarakan keinginan buruknya, selama maksiat yang diinginkan itu tidak berbentuk ucapan haram seperti ghibah, dusta dan lain sebagainya. Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam إِذَا تَـحَدَّثَ عَبْدِيْ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً ؛ فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ مَا لَـمْ يَعْمَلْJika hamba-Ku berniat mengerjakan keburukan, maka Aku ampuni dia selama ia belum mengerjakannyaPendapat ini tidak kuat, karena kalimat tahaddatsa dalam hadits itu maksudnya bisikan hati, bukan ucapan lidah. Ini untuk menggabungkan pengertian hadits ini dengan hadits, “Selagi ia tidak mengatakannya atau mengerjakannya.”Hadits Abu Kabsyah di atas juga menegaskan hal ini[18]. Karena ucapan, “Seandainya aku mempunyai harta, aku pasti mengerjakan kemaksiatan seperti yang dikerjakan si fulan,” bukanlah maksiat yang ia inginkan, namun ia hanya mengutarakan maksiat yang ia inginkan, yaitu ingin menggunakan harta untuk maksiat, padahal ia tidak mempunyai harta sedikit pun. Jadi, mengatakan keinginan seperti itu yang dimaksud pembicaraan di hadits tersebut adalah pembicaraan hati. Ini sebagai penggabungan antara hadits tersebut dengan hadits, “Selagi ia tidak mengatakannya atau mengerjakannya.” Hadits Abu Kabsyah menegaskan hal ini bahwa ucapan seseorang, “Seandainya aku mempunyai harta, aku pasti mengerjakan kemaksiatan di dalamnya seperti yang dikerjakan si fulan,” itu bukan mengerjakan kemaksiatan yang ia inginkan, namun ia menjelaskan tentang apa yang ia inginkan, yaitu menggunakan harta pada kemaksiatan-kemaksiatan, padahal ia tidak mempunyai harta sedikit pun. Selain itu, mengatakan keinginan seperti itu diharamkan, jadi bagaimana pembicaraan seperti itu dimaafkan dan tidak disiksa karenanya?Bagaimana jika niatnya berbuat maksiat melemah ? Jika niat seseorang hilang dan tekadnya melemah tanpa ada faktor dari dirinya, apakah ia tetap disiksa karena kemaksiatan yang ia inginkan atau tidak ? Dalam hal ada dua masalah Pertama, Jika keinginan untuk mengerjakan maksiat itu hanya berupa lintasan bisikan jiwa yang muncul tanpa digubris oleh pelakunya dan ia tidak membiarkannya dalam hatinya, bahkan ia membencinya dan berusaha menghindarinya, maka keinginan tersebut dimaafkan, tidak berdosa. Keinginan ini seperti waswas jelek yang pernah ditanyakan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,ذَلِكَ صَرِيْحُ الْإِيْمَـانِItulah hakikat iman[19]Ketika Allâh Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ “…Jika kamu menyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allâh memperhitungkannya tentang perbuatan itu bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengadzab siapa yang Dia kehendaki…” al-Baqarah/2284, kaum muslimin merasa resah, karena mereka mengira bisikan-bisikan hati masuk dalam cakupan ayat di atas. Kemudian turunlah ayat sesudahnya, yang diantaranya yaitu firman Allâh Azza wa Jalla رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ… Wahai Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya… [al-Baqarah/2286]Ayat ini menjelaskan, apa saja yang tidak sanggup mereka kerjakan maka mereka tidak akan dibebani dan tidak disiksa keinginan berbuat maksiat itu sudah menjadi tekad kuat, terus bergelora dan disenangi pelakunya. Ini juga terbagi ke dalam dua bagian Menginginkan sesuatu yang merupakan perbuatan hati, seperti ragu tentang keesaan Allâh, atau kenabian, atau hari kebangkitan dan lain sebagainya. Sekedar menginginkan masalah-masalah ini, seseorang sudah terkena dosa dan akan disiksa. Dan ini menyebabkan dia murtad, kafir atau munafik. Masuk dalam cakupan poin ini yaitu seluruh kemaksiatan yang biasanya dikerjakan hati, misalnya mencintai apa saja yang dibenci Allâh Azza wa Jalla , membenci apa saja yang dicintai Allâh, sombong, ujub, dengki, dan buruk sangka kepada seorang muslim tanpa alasan yang benar. Meski tidak menjadikannya kafir tapi ia telah melakukan dosa sesuatu yang merupakan perbuatan organ-organ tubuh bukan hati, misalnya zina, mencuri, menenggak minuman keras, membunuh, menuduh orang baik-baik melakukan zina, dan lain sebagainya. Jika seseorang terus menerus menginginkan perbuatan tersebut, bertekad mengerjakannya, namun pengaruhnya tidak terlihat sama sekali secara fisik, apakah dia berdosa ? Tentang ini, para Ulama terbagi dua pendapat Pendapat pertama, Orang tersebut disiksa. Ibnul Mubârak rahimahullah mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada Sufyân rahimahullah, “Apakah seseorang disiksa karena niat dan keinginannya?” Sufyân menjawab, “Jika keinginan tersebut sudah menjadi tekad, maka dia disiksa karenanya.”Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan ,”Pendapat ini dipilih oleh banyak Ulama ahli fiqih, Ulama hadits dan ahli kalam dari sahabat-sahabat kami dan yang lainnya. Mereka berhujjah dengan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala , yang artinya, “…Ketahuilah bahwa Allâh mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya…” [al-Baqarah/2235]Dan firman Allâh Azza wa Jalla , yang artinya, ““… Tetapi Dia menghukum kamu karena niat yang terkandung dalam hatimu…” [al-Baqarah/2225]Dan mereka juga berhujjah dengan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam اَلْإِثْمُ مَا حَاكَ فِـيْ صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُDosa ialah sesuatu yang menggelisahkan di hatimu dan engkau tidak suka hal itu diketahui orang[20]Mereka menafsirkan kata haddatsa dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam إِنَّ اللهَ تَـجَاوَزَ لِأُمَّتِـيْ مَـا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَـمْ يَتَكَلَّمُوْا أَوْ يَعْمَلُوْا بِهِ“Sesungguhnya Allâh memaafkan umatku dari apa yang diinginkan jiwanya selagi ia tidak mengatakannya atau mengerjakannya,” dengan lintasan bisikan berkata, “Maksiat yang disenangi oleh seseorang dan tertanam dalam hati, maka itu termasuk usaha dan perbuatannya. Ia tidak dimaafkan.”Di antara mereka ada yang berkata, “Di dunia, orang tersebut disiksa dengan kesedihan dan kegalauan.” Ada lagi yang mengatakan bahwa pada hari Kiamat, Allâh menghisabnya karena perbuatan tersebut kemudian memaafkannya. Jadi hukuman orang tersebut ialah dihisab.” Ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dan ar-Rabi’ bin Anas Radhiyallahu anhu . Itu juga dipilih Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah . Ibnu Jarir ath-Thabari radhiyallahu anhu berhujjah dengan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhu tentang bisik-bisik. Beliau berkata, “Hadits tersebut tidak berlaku umum, berlaku bagi dosa-dosa yang tidak terlihat di dunia dan bukan waswas di dada.”Pendapat kedua, orang yang berniat itu tidak disiksa sama sekali hanya karena niatnya. Imam Ibnu Rajab t mengatakan, “Pendapat ini dinisbatkan ke Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Ini pendapat Ibnu Hamid, salah seorang dari sahabat kami, karena berhujjah dengan keumuman hadits diatas. Perkataan yang sama diriwayatkan al-Aufi dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu .Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Abbâs dalam riwayat Muslim, “Atau Allâh menghapusnya”, maksudnya, perbuatan dosa itu bisa saja ditulis sebagai satu kesalahan untuk pelakunya, atau bisa juga dengan sebab tertentu Allâh Subhanahu wa Ta’ala menghapusnya dari siapa yang Dia kehendaki, misalnya dengan sebab istighfar, taubat, dan mengerjakan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam setelah itu, “Dan tidak ada yang dibinasa kecuali orang yang binasa“, maksudnya, setelah Allâh Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan karunia-Nya yang besar dan rahmat-Nya yang luas dengan melipatgandakan balasan kebaikan serta memaafkan kesalahan, maka tidak ada yang binasa kecuali orang yang binasa, yang menjerumuskan dirinya kepada kebinasaan, berani melakukan dosa-dosa, membenci dan menjauhi berbagai amal HADITS Kesempurnaan ilmu Allâh Azza wa Jalla . Tidak ada sedikit pun di langit maupun di bumi atau yang lebih dari itu yang lepas dari jangkauan ilmu-Nya, dan tidak ada satu pun yang tersembunyi dari-Nya. Allâh mengetahui apa yang ada dalam hati antara tugas malaikat adalah mencatat kebaikan dan keburukan. Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menugaskan malaikat yang mulia kepada setiap orang, mereka mengetahui dan mencatat apa yang dikerjakannya, Allâh Azza wa Jalla menghitungnya sedang mereka rahmat Allâh itu sangat luas dan karunia-Nya sangat agung. Allâh Azza wa Jalla tidak melipatgandakan balasan bagi perbuatan buruk seorang hamba serta memaafkan keinginan berbuat jahat selagi tidak dilaksanakan.Penjelasan tentang karunia Allâh Azza wa Jalla terhadap ummat ini. Karena kalau bukan karena karunianya, maka tidak akan ada yang masuk Surga, sebab perbuatan dosanya lebih banyak daripada semangat dan juga memberian ancaman merupakan metode mendidik dan keburukan yang telah terjadi, urusannya telah selesai, telah ditulis dan telah perbuatan Allâh Azza wa Jalla .Karena karunia dan keadilan Allâh Azza wa Jalla , pahala kebaikan dijadikan berlipat ganda , sedangkan kejelekan dosa tidak berbagai kebaikan menjadi sebab yang bisa mengantar seseorang dan menyadarkan diri sebelum berbuat keburukan dapat mencegah diri niat dalam perbuatan dan Karîm dan ath-ThabariShahîh Imam Abu an-Nasâ’ Ibni Ibni Hibbân at-Ta’lîqâtul Hisân.Syarhus Sunnah lil al-Arba’în an-Nawawiyyah, karya Imam Yahya bin Syaraf Ulûm wal Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim Baajis.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Shahih HR. al-Bukhâri no. 7501, dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [2] Shahih HR. Muslim no. 129 [205], dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu . [3] Shahih HR. al-Bukhâri no. 1904, Muslim no. 1151 [164], at-Tirmidzi no. 764, an-Nasâ’i IV/162-163, Ibnu Mâjah no. 1638, 3823, dan Ibnu Hibbân no. 3414, 3415 –at-Ta’lîqâtul hisân. [4] Shahih HR. Muslim no. 2687, Ahmad V/153, dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah V/25, no. 1253, dari shahabat Abu Dzar Radhiyallahu anhu [5] Shahih HR. Muslim no. 162, dari shahabat Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu . [6] Lihat Kitâbul Arba’în an-Nawawiyyah hlm. 106. [7] Shahih HR. Muslim no. 1892, Ahmad IV/121, dan an-Nasâ-i VI/49. [8] Lihat ad-Durrul Mantsûr III/425. [9] Tafsiir ath-Thabari II/281, no. 3659. [10] Ibid II/281, no. 3658. [11] Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/319. [12] Jâmi’ul Ulûm wal Hikam II/319 [13] Shahih HR. Ahmad IV/230-231, at-Tirmidzi no. 2325, Ibnu Mâjah no. 4228, al-Baihaqi IV/ 189, al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah XIV/289, no. 4097, dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabîr XXII/ 345-346, no. 868-870. [14] Diriwayatkan at-Tirmidzi no. 3032 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tafsîrnya IV/231, no. 10247, 10248. [15] HR. Imam Muslim [16] Shahih HR. al-Bukhâri no. 2528, 6664, Muslim no. 201 127, Abu Dâwud no. 2209, at-Tirmidzi no. 1183, an-Nasâ’i VI/156-157, dan Ibnu Mâjah no. 2040, 2044, dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [17] Shahih HR. al-Bukhâri no. 31, 6875, 7083, dari Shahabat Abu Bakrah Radhiyallahu anhu . [18] Hadits pada halaman disesuaikan dengan halaman majalah [19] Shahih Muslim no. 132, Ahmad II/441, 456, Abu Dâwud no. 5111, Ibnu Hibbân no. 145 –at-Ta’lîqâtul Hisân, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu . [20] Lihat hadits arba’în no. 27 Adaniat baik. Pasti ada jalan.. Panjang umur orang2 baik.. ️Follow akun kami⤵️ √ @crewbuluk_ Hastag √ #crewbuluk_ #cbidaman #cbinspirasi
Bicara kemauan pasti bicara tentang pikiran, rasa, angan, dan yang lainnya. karena kemauan itu muncul dari sebagian hal-hal kecil tersebut, baik terencana atau tidak. Kemauan tentu saja di miliki semua orang, meski berbeda tingkat dan berbeda bentuk kemauannya. Membahas kemauan tentu tidak luput dari satu peribahasa yang kerap kita dengar, yakni 'dimana ada kemauan, di situ ada jalan.' Apa sih, maknanya? Emang pasti ya kalo tiap kita punya kemauan, pasti ada jalan ya? Ya iyalah, masa iya iya dong. Atau yang lebih gampang dan lebih sering didengar 'dimana ada niat di situ ada jalan'. Cara memahaminya mudah, jika kita sudah punya kemauan, niat, keinginan, dan kalimat-kalimat bermakna sama lainnya, pasti dengan cara apapun, kita akan merealisasikan niat kita juga dengan judul tulisan ini, berbeda tulisan tapi tetap satu tujuan. Jika kita menjadi orang yang ingin melakukan suatu perubahan menuju kebaikan, maka tidak cukup dengan hanya mengudarakan kalimat ingin saja, kemauan juga harus ada dong. Nah dalam setiap kemauan sudah pasti ada niat, usaha, semangat, dan pastinya doa. Maka dari itu, jika sudah ada kemauan dari diri kita sendiri dalam mencapai tujuan, maka yakinlah, proses dalam perwujudan kemauan kita akan lebih mudah, meski ya, menurut orang masih agak kemauan kita sudah matang, sudah siap, dan sudah benar-benar bisa diajak berkompromi dengan proses kita, pastilah jalan yang akan kita tempuh terasa lebih mudah dalam mencapai angan dan keinginan kita. Entah apa saja asalkan baik dan bermanfaat, minimal bermanfaat untuk diri kita sendiri, baru bermanfaat juga untuk orang lain. Kemauan itu sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena jika hidup manusia dilakukan tanpa kemauan, maka tentu saja akan terasa hampa dan tidak ada warna warni apapun. Dengan adanya kemauan orang-orang bisa berkreasi, berinovasi, merubah pola pikir dan lebih-lebih lagi akan merubah masa kawan! “Bila Kemauan Siap, Maka Kaki Menjadi Ringan” gunakan kalimat itu untuk membangun pondasi yang lebih kokoh di diri kita. Terutama anda yang memiliki pikiran yang cerdas, berjiwa pemimpi, dan bertekad tinggi agar mempermudah jalan dalam anda menggapainya. About Author Mohamed Abu 'l-Gharaniq when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries.
TikTokvideo from _ARae_774 (@_arae_774): "nikmati alur nya,. niat baik pasti ada jalan nya.". suara asli - Isi hati minang.Khazanah Dalam setiap niat yang baik untuk hajat kita di Bulan Ramadhan ini, pasti selalu ada jalan. Meskipun dalam perjalanan meminta dan berdoa terkadang kita butuh lebih sabar dan percaya. Apabila sudah waktunya, akan Allah SWT segera kabulkan hal itu. Nafilahhd Sabtu, 01 April 2023 1530 WIB Dengan suara lembutnya, Ustadz Hannan Attaki selalu membuat berkesan dalam setiap ceramahnya. Ia jjuga mengingatkan pentingnya memiliki niat baik untuk hajat kita di bulan Ramadhan ini. Instagram/Hannan Attaki - Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia dan banyak keberkahan di dalamnya. Di bulan suci ini juga merupakan waktu yang mustajab, untuk berdoa dan meminta ampunan kepada Allah SWT. Dalam perjalanan meminta dan berdoa kepada Allah SWT, terkadang kita butuh lebih sabar dan percaya bahwa semua yang ditakdirkan untuk kita akan kembali kepada kita. Ada banyak jalan sebab dikabulkannya suatu hajat kita, salah satunya dengan terus memperbaiki diri agar menjadi lebih baik lagi dan lagi ujar Ustadz Hannan Attaki dalam sesi ceramahnya. Baca JugaLoyalis Pastikan Anas Urbaningrum Bebas 10 April Nanti, Jari Keadilan Pasti akan Datang! Rasulullah pernah bersabda siapa yang memperbaiki urusan tersembunyi di dalam dirinya, maka Allah SWT akan memperbaiki urusan yang tampak di dalam kehidupannya. Hal tersebut berlaku dalam urusan pribadi, rumah tangga, urusan hajat kita, dan lainnya. Ustadz Hannan Attaki pun berujar bahwa kuncinya kembali kepada diri kita, siapapun di dalam hatinya ada khilan ada kufron yaitu sesuatu yang buruk yang dinisbatkan kepada hajat dirinya maka Allah SWT, akan menghalangi kebaikan-kebaikan yang ada di dalam dirinya. Sehingga dengan inspirasi dari para nabi dan sahabat tersebut, semoga kita juga bisa mendapatkan berkah dan kemakmurannya dalam mencapai suatu hajat yang kita panjatkan. */Alina Sumber Instagram pesan_trend Baca JugaDiduga Anak Petinggi Polri, Fakta-fakta Mobil Mercedes-Benz Tabrak Pelajar sampai Tewas Khazanah Terkini Informasi terkait Putri Ariani melantunkan ayat suci Al-Quran di depan juri America's Got Talent yaitu Simon Cowell hingga membuatnya menangis, menjadi heboh, tapi benarkah? Cek fakta kebenarannya. Hiburan 0730 WIB Masyarakat cukup terpukau dengan penyanyi muda yang baru saja mengguncang panggung America's Got Talent, yaitu Putri Ariani, hingga beredar rumor dapat undangan Kerajaan Inggris, cek faktanya. Hiburan 0600 WIB Viral kabar bocoran dari pegawai bandara bahwa Lionel Messi akan jadi datang ke Indonesia di Twitter. Simak selengkapnya di bawah ini. Sport 2231 WIB Persib Bandung menang tipis 2-1 atas Dewa United dalam laga uji coba pramusim. Gol dari Ezra Walian dan Ferdiansyah membawa kemenangan bagi Persib. Hasil ini memberikan gambaran yang positif bagi Persib dalam menyambut kompetisi Liga 1 2023/2024. Sport 2224 WIB Beredar rumor Putri Ariani diberikan uang sebesar Rp2 Miliar oleh Presiden Jokowi, benarkah? Cek penelusuran fakta berikut ini. Hiburan 2145 WIB Wow, tak disangka akun resmi FIFA World Cup Gunakan lagu Aldi Taher yang ditujukan kepada Lionel Messi untuk video pendek terbaru mereka Hiburan 2115 WIB Momen Putri Ariani Tunjukan Golden Buzzer yang didapatkannya dari Simon Cowell di America's Got Talent kepada Presiden Jokowi Hiburan 2045 WIB Kakak Virgoun, Febby Carol menuding Inara Rusli telah 'menyunat' jatah uang bulanan untuk Eva Manurung. Simak selengkapnya di bawah ini. Hiburan 2034 WIB Inge Anugrah ternyata ditawari untuk menempati apartemen temannya selama proses perceraiannya dengan Ari Wibowo hingga finansial stabil Hiburan 2015 WIB Barbie Kumalasari ngaku sedang PDKT dengan Virgoun hingga sudah panggil Eva Manurung 'mamah'. Bahkan ia mengklaim bahwa mertua Inara Rusli telah memberikan lampu hijau. Hiburan 2000 WIB eremia muncul dari kursi belakang mobil dan mengikat tangan korban dengan kabel tis dan menutupi wajah korban. Metropolitan 2027 WIB "Kenapa kami buat ini? Karena selama ini, airnya berebutan. Air pipa kita berebutan. Jadi yang tinggal di daerah sini yang jauh dari pompa tidak dapat air," ujar Arief. Metropolitan 2020 WIB "Dia mungkin kesal atau gimana, langsung hantam kepala saya pake batu, kata Sofyan. Metropolitan 2002 WIB Meski telah dikepung dua personel petugas dari Polsek Palmerah, namun pelaku bisa meloloskan diri dari sergapan petugas. Metropolitan 1737 WIB Pemprov DKI Jakarta belum mau bicara banyak soal penyelenggaraan balap mobil listrik Formula E 2023 yang diprediksi merugi. Metropolitan 1704 WIB "Daddy tidak mau memberikan nafkah yang uangnya menjadi tidak jelas," kata Doddy Sudrajat. Gosip 0730 WIB Ketika Nagita Slavina santai, reaksi Maia Estianty dinilai tak biasa. Gosip 0715 WIB Katy Saunders dikabarkan melahirkan anak pertama, Rabu 14/6/2023. Gosip 0645 WIB Kalau bisa, untuk mendapatkan apapun Doddy Sudrajat jangan sampai mengeluarkan uang. Gosip 0620 WIB Namun pernyataan Inara Rusli mendapat pro dan kontra. Gosip 0615 WIB Tampilkan lebih banyak
Takhanya soal berbagi sayur, kegiatan canthelan ini juga jadi jalan untuk edukasi soal menggunakan masker, jaga jarak dan sering cuci tangan keoada para warga. Alhamdulillah, Gusti Allah maha baik. Niat baik pasti ada jalan. “Hadits Niat Baik Pasti Ada Jalan” adalah salah satu hadits yang sering dikutip oleh masyarakat Indonesia. Meski hanya berupa pepatah, namun makna yang terkandung di dalamnya sangatlah dalam dan memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan baik merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan memiliki niat baik, seseorang akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal yang ia lakukan. Tidak hanya itu, niat baik juga bisa menjadi kunci kesuksesan dalam ini akan membahas mengenai pentingnya memiliki niat baik dalam kehidupan dan bagaimana hadits niat baik pasti ada jalan dapat menjadi motivasi bagi kita untuk selalu berusaha melakukan yang niat baik pasti ada jalan merupakan salah satu hadits yang berasal dari ajaran Islam. Hadits ini mengajarkan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan dengan niat baik pasti akan mendapatkan jalan keluar yang baik ini sebenarnya merupakan bagian dari hadits yang lebih panjang, yang berbunyi “Sesungguhnya amal itu tergantung niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu adalah karena Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dicari, atau wanita yang diinginkan untuk dinikahi, maka hijrahnya itu adalah karena apa yang dikehendakinya.”Dari hadits ini, dapat disimpulkan bahwa niat yang baik sangatlah penting dalam melakukan suatu amalan. Jika niat kita baik, maka amalan yang kita lakukan akan mendapatkan pahala yang baik pula. Namun jika niat kita tidak baik, maka amalan yang kita lakukan tidak akan mendapatkan pahala yang Memiliki Niat Baik dalam KehidupanMiliki niat baik dalam kehidupan memiliki banyak manfaat yang bisa kita dapatkan. Berikut ini beberapa manfaat dari memiliki niat baikManfaatKeteranganMeningkatkan kualitas hidupDengan memiliki niat baik, kita akan selalu berusaha untuk melakukan hal yang terbaik dalam segala hal yang kita lakukan. Hal ini akan memperbaiki kualitas hidup kita secara kepercayaan diriMemiliki niat baik juga dapat meningkatkan kepercayaan diri kita. Dengan memiliki niat baik, kita akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal yang kita lakukan, sehingga kita akan merasa lebih percaya kesejahteraanDalam Islam, dianjurkan untuk bersedekah dan membantu orang lain. Dengan memiliki niat baik dan selalu berusaha untuk membantu orang lain, kita juga akan mendapatkan kesejahteraan dalam hubungan yang baik dengan orang lainDengan memiliki niat baik, kita juga akan selalu berusaha untuk menjaga hubungan dengan orang lain agar tetap baik. Hal ini akan memudahkan kita untuk menciptakan hubungan yang baik dengan orang pahala dari Allah SWTDalam Islam, dianjurkan untuk selalu berbuat kebaikan dan memiliki niat baik dalam setiap hal yang kita lakukan. Hal ini akan membuat kita mendapatkan pahala dari Allah Niat Baik dalam Kehidupan Sehari-hariSetiap orang pasti memiliki niat baik dalam hidupnya. Namun, tidak semua orang menyadarinya. Berikut ini beberapa contoh niat baik dalam kehidupan sehari-hariMenolong orang yang hubungan dengan orang dengan dengan baik dan Islam, niat baik juga harus dimiliki dalam melakukan ibadah. Berikut ini beberapa contoh niat baik dalam melakukan ibadahSholat Niat untuk menunaikan sholat lima waktu karena Allah Niat untuk berpuasa karena Allah Niat untuk membayar zakat karena Allah Niat untuk menunaikan ibadah haji karena Allah Niat Baik Pasti Ada Jalan sebagai Motivasi dalam KehidupanHadits niat baik pasti ada jalan dapat menjadi motivasi bagi kita untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik. Dengan memiliki niat baik, kita akan selalu berusaha untuk melakukan hal yang terbaik dalam segala hal yang kita niat baik juga dapat membantu kita menghadapi masalah dan rintangan dalam hidup. Jika kita memiliki niat baik, maka kita akan selalu berusaha mencari jalan keluar yang baik jika kita ingin mencapai suatu tujuan namun menghadapi rintangan yang berat, maka dengan memiliki niat baik, kita akan selalu berusaha mencari jalan keluar yang baik dan tidak menyerah begitu ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 153, yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa yang seharusnya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.Sebagai manusia, kita pasti akan mengalami berbagai macam ujian dan cobaan dalam hidup. Namun, dengan memiliki niat baik dan selalu berusaha melakukan yang terbaik, kita akan selalu memiliki motivasi untuk terus maju dan tidak menyerah begitu niat baik pasti ada jalan merupakan salah satu hadits yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan memiliki niat baik, kita akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal yang kita niat baik juga memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kepercayaan diri, dan mendapatkan pahala dari Allah ini juga dapat menjadi motivasi bagi kita untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik dan tidak menyerah begitu saja dalam menghadapi masalah dan rintangan dalam karena itu, mari kita selalu berusaha untuk memiliki niat baik dalam kehidupan kita dan selalu mengingat hadits niat baik pasti ada video of Hadits Niat Baik Pasti Ada Jalan Pentingnya Niat Baik dalam Kehidupan 191Likes, 20 Comments. TikTok video from Brian (@pejuang_dollar45): "Bismillah niat baik insyaallah pasti ada jalan #pelautindonesia🇵🇦🇰🇷🇮🇩". semoga pulang layar tahun depan bisa dengar suara musik ini.. duduk manis di pelaminan, bukan jadi tamu undangan terus 🤭. suara asli - Arif Brata. Home Wawancara Dewasa ini, banyak kekerasan dengan dalih agama terjadi, sehingga tak jarang hal itu menimbulkan stigma negatif terhadap Islma itu sendiri. Bagaimanakah sebenarnya ajaran Islam menyikapi fenomena kekerasan atas nama agama tersebut? Benarkah anggapan bahwa Islam disebarkan dengan pedang? Bagaimanakah konsep amar ma’ruf nahi munkar yang dibenarkan dalam Islam? Berikut petikan wawancara reporter MN bersama KH. Muhyiddin Adusshomad di kediaman beliau. Baca jugaKunjungan Habib Dari Hadramaut di PP Nuris Jangan Kotori Ilmu Dengan Maksiat Bagaimana pandangan Kyai tentang fenomena kekerasan atas nama agama yang terjadi akhir-akhir ini? Kita tahu bahwa Islam itu rahmatan lil alamin. Nabi Muhammad itu mendapat julukan ra’uf dan rahim. Nabi mempunyai sifat pengasih, penyayang dan penyantun, sehingga fenomena seperti itu sungguh sangat merugikan bagi kepentingan dakwah ke depan. Mungkin para pelaku tindak kekerasan atas nama Islam niatnya bagus, tapi dalam kenyataannya hal itu menjadikan orang semakin tidak simpati bahkan tidak suka kepada Islam. Bagaimana ajaran Islam yang sebenarnya tentang metode berdakwah? Kalau kita belajar dari sejarah terutama dakwah para Wali Songo, Islam disebrkan dengan cara bottom up dimulai dari bawah. Hal inijuga dilakukan oleh Kyai-Kyai di pesantren. Mereka hadir di suatu tempat kemudian mengadakan komunikasi dengan masyarakat sekitar, Kyai itu menarik dan begitu diperlukan oleh masyarakat sekitar, kemudian dengan suka rela masyarakat itu menitipkan putera-puterinya untuk dibimbing dan dididik. Lantas mereka berada di bawah bimbingan Kyai dalam waktu yang relatif lama. Anak-anak mereka diajari ajaran Islam, dicontohkan amaliyyah secara teoritis dan aplikatif. Jadi tidak lantas Kyai datang ke suatu kampung lantas masyarakat sekitar “dipentungi” karena tidak shalat Jumat misalnya. Itulah tradisi dalam berdakwah yang dilakukan oleh para Kyai di tengah-tengahumat. Jadi sangat paradoks dengan apa yang dilakukan oleh sebagian umat Islam dengan cara yang terburu nafsu, mungkin niatnya baik tapi caranya saja yang kurang tepat. Ada anggapan bahwa Islam disebarkan Islam dengan pedang, bagaimana tanggapan Kyai tentang hal ini? Saya kira anggapan itu adalah imej yang dibangun oleh orang-orang yang menjadi kompetitor dakwah islamiyyah, padahal pada kenyataannya itu tidak benar. Misalnya di Indonesia, kita bisa melihat sejarah para ulama pendiri pesantren besar ketika mendirikan pesantren, seperti Pesantren Sidogiri, Lirboyo, Ploso, Nurul Jadid Paiton, Salafiyyah Syafi’iyyah Sukorejo, dan sebagainya, tidak ada satu kalimat pun yang menerangkan bahwa pendirian pesantren-pesantren tersebut dimulai dengan perang terlebih dahulu. Tapi dari pesantren-pesantren itulah lahir para da’i dan da’iyah yang berperan aktif di tengah masyarakat menyebarkan Islam. Jadi sama sekali tidak benar anggapan bahwa Islam disebarkan dengan pedang. Lalu, bagaimanakah cara yang tepat untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar? Kalau kita baca kitab al-Ghunyah karangan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, dijelaskan bahwa mengajak kebaikan itu hendaklah dilakukan dengan cara yang baik juga. Dan tindak kekerasan itu sama sekali tidak efektif. Kita belajar dari sejarah Nabi SAW. Semua tokoh kafir yang memusuhi Islam, datang kepada beliau niatnya dengan kekerasan, tapi disikapi oleh beliau dengan lemah lembut, maka sebilah pedang yang sudah diayunkan jatuh lalu hatinya berbalik. Semua itu terjadi karena sikap lembut yang ditampilkan oleh Nabi SAW. *Di muat di Majalah MN Edisi 06 Shafar 1436 H YMTVCn.